HEADLINENEWSPEMERINTAHANPERISTIWA

BIMPAR Desak Disdik Kabupaten Tangerang Klarifikasi Soal Temuan BPK, 47 Miliar Proyek Bermasalah

25
×

BIMPAR Desak Disdik Kabupaten Tangerang Klarifikasi Soal Temuan BPK, 47 Miliar Proyek Bermasalah

Sebarkan artikel ini
IMG 20250926 091407
Soal Temuan BPK, Disdik Kabupaten Tangerang Ngaku Sudah Mengembalikan, (foto kantor Disdik Kabupaten Tangerang/red/han/suarageram.id).

Suarageram.idLembaga sosial kontrol LSM BIMPAR mendesak Pemerintah Daerah melalui Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Tangerang untuk memberikan klarifikasi soal adanya temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI wilayah Provinsi Banten terkait proyek pembangunan infrastruktur sarana pendidikan atau pembangunan sekolah bermasalah yang menelan total anggaran senilai 47 miliar rupiah.

Ketua Umum LSM Bimpar Muhammad Kadfi mengaku, pihaknya telah melayangkan surat permintaan audiensi serta klarifikasi kepada Disdik Kabupaten Tangerang soal temuan tersebut.

Kata Kadfi, surat permohonan audiensi tersebut dilayangkan usai LSM Bimpar melakukan audiensi dengan pihak BPK beberapa waktu lalu. Dimana ujar Kadfi, berdasarkan laporan hasil pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas proyek pembangunan gedung pendidikan di Kabupaten Tangerang pada tahun anggaran 2022, 2023, hingga 2024, memunculkan fakta serius terkait indikasi penyimpangan.

“Dalam tiga tahun terakhir, terdapat sedikitnya 13 proyek sekolah dengan total nilai kontrak lebih dari Rp 47 Miliar yang bermasalah, mulai dari kekurangan volume hingga kualitas struktur bangunan yang tidak sesuai,” jelas Kadfi mengutip keterangan dari BPK, Kamis (18/9/2025).

IMG 20250730 151522
Ketua DPP LSM BIMPAR Muhammad Kadfi.

Kadfi menjelaskan, tahun 2022, indikasi kekurangan volume jadi pola. 4 proyek pembangunan unit sekolah baru (USB) ditemukan bermasalah karena kekurangan volume pekerjaan.

“Kekurangan volume berarti sebagian pekerjaan yang sudah dibayar negara tidak dikerjakan sesuai kontrak, sehingga berpotensi merugikan keuangan negara,” terang Kadfi.

Dalam keterangan itu disebutkan, ada beberapa sekolah bermasalah pada tahun anggaran 2022 diantaranya, SMPN 7 Pasar Kemis, penyedia CV MK, kontrak Rp 3,75 miliar.

SMPN 3 Sepatan Timur, penyedia CV FJA, kontrak Rp 3,76 miliar. SMPN 5 Curug, penyedia CV RC, kontrak Rp 3,76 miliar. Dan SMPN 4 Sepatan, penyedia CV RC, kontrak Rp3,75 Miliar.

Pada tahun 2023 kualitas pekerjaan dinilai memburuk. BPK mencatat masalah bukan hanya soal volume, tetapi juga mutu dan struktur bangunan, diantaranya SMPN 7 Pasar Kemis, penyedia CV BJ, kontrak Rp 4,20 Miliar, permasalahan pada struktur, beton, bekisting, dinding, plester, acian, plafon, dan cat.

SDN Kutabumi IV, penyedia CV MCW, kontrak Rp 1,69 Miliar. Permasalahan pada struktur dan arsitektur, termasuk pengerjaan plafon serta finishing.

“Artinya, pembangunan tidak memenuhi standar teknis, yang berisiko pada keamanan dan keselamatan bangunan,” ujarnya.

Sementara pada tahun 2024 terkait permasalahan meluas. LHP BPK 2024 justru mengungkap masalah yang lebih besar. Hampir semua aspek pekerjaan struktur, interior, arsitektur, mekanikal, hingga elektrikal dinyatakan bermasalah.

“Yakni pada sekolah SMPN 3 Kresek, CV MJCI, kontrak Rp 4,37 Miliar. SMPN 7 Pasar Kemis, CV IS, kontrak Rp 4,07 Miliar, SMPN 3 Panongan, CV PDM, kontrak Rp 4,40 Miliar, SMPN 5 Curug, CV BT, kontrak Rp 4,26 Miliar, SMPN 3 Sukamulya, CV K, kontrak Rp 4,46 Miliar dan SMPN 5 Cikupa (Tahap 1), CV BMP, kontrak Rp 4,67 Miliar,” ujarnya.

“Nilai kontrak proyek bermasalah pada pada 2024 saja mencapai lebih dari Rp26 Miliar, menjadikannya tahun dengan indikasi penyimpangan terbesar,” jelas dia .

LSM Bimpar menilai, temuan ini ada pola sistematis dalam pembangunan sekolah yang sarat penyimpangan. Menurutnya, temuan BPK ini bukan kebetulan, melainkan pola berulang. Tahun 2022 masalah volume, tahun 2023 kualitas struktur, dan tahun 2024 hampir semua aspek pekerjaan bermasalah. Kami menduga ada praktik yang mengarah pada korupsi berjamaah. Ini jelas merugikan rakyat, sekaligus membahayakan anak-anak yang belajar di gedung sekolah cacat mutu.

Kadfi menuntut Pemkab Tangerang, khususnya Dinas Pendidikan dan Inspektorat, segera menindaklanjuti temuan BPK dengan memanggil penyedia jasa dan menagih kerugian negara. Lebih jauh, ia meminta aparat penegak hukum turun tangan.

“Rp 47 Miliar bukan angka kecil, ini uang rakyat, dan harus ada yang bertanggung jawab. Kami mendesak Kejaksaan dan Kepolisian segera mengusut kasus ini agar tidak berhenti hanya di meja administrasi. Kalau dibiarkan, praktik serupa akan terus berulang tiap tahun,” tegasnya.

Dikatakan Kadfi, LHP BPK ini menampar wajah tata kelola anggaran pendidikan di Kabupaten Tangerang. Publik menunggu langkah nyata pemerintah daerah dan aparat hukum. Sebab pendidikan bukanlah komoditas proyek, melainkan hak dasar rakyat yang harus dijaga dengan penuh integritas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *