Suarageram.id – Menjadi tugas dan tanggungjawab manusia sebagai kholifatul fil Ard (penjaga kelestarian alam) untuk menjaga dan melestarikan alam, serta memanfaatkan alam dengan bijaksana, bukan untuk mengekploitasi atau merusaknya secara berlebihan tanpa memperhatikan dampak negatif bagi keberlangsungan hidup manusia.
Namun dalam realitanya, ekploitasi alam secara berlebihan seperti ilegal mining, deforestasi, dan pencemaran lingkungan telah menyebabkan kerusakan yang luas.
Menurut Linggar Gulthor Babega dari Koalisi Aktivis Banten Jakarta mengatakan, Pertambangan Batubara ilegal itu tentu ini bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan Keagamaan yang mengajarkan keadilan dan keseimbangan.
Kata dia, sebagai negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah, Indonesia menghadapi ancaman serius dari berbagai bentuk eksploitasi yang tidak bertanggung jawab. Lingkungan hidup bukan hanya aset ekologi, tetapi juga bagian penting dari keberlanjutan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Oleh karena itu, konstitusi Indonesia telah menegaskan bahwa negara bertanggung jawab atas kelestarian lingkungan sebagaimana tercantum dalam Pasal 28H ayat (1) UUD 1945, yang menyatakan, setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Selain itu, Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menegaskan bahwa sumber daya alam harus dikelola oleh negara untuk kesejahteraan rakyat.
“Namun, dalam praktiknya, eksploitasi berlebihan dan lemahnya penegakan hukum telah menyebabkan degradasi lingkungan yang berdampak luas, baik dalam bentuk bencana alam maupun kehilangan biodiversitas. Ilegal Mining (pertambangan ilegal) menjadi rahasia umum yang terjadi di daerah-daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,” terang Linggar Gulthor dalam keterangannya dikutip Rabu (26/2/2025).
Dikatakannya, penegakan hukum terhadap tambang ilegal masih menjadi ironi besar dalam upaya perlindungan lingkungan dan keadilan sosial. Meski regulasi sudah jelas melarang aktivitas tambang tanpa izin, praktik ilegal ini tetap marak terjadi.
“Sayangnya, ketegasan aparat sering kali tumpul, seolah kalah oleh kepentingan ekonomi dan jaringan kuat para pelaku di berbagai daerah, tambang ilegal terus menggerus hutan, mencemari sungai, dan merusaknya,” kata dia.
Ketegasan Aparat hukum masih dipertanyakan. faktanya, aparat lebih sering menindak pekerja kecil dibanding menangkap pemodal besar yang berada di balik layar. Bahkan, ada indikasi keterlibatan oknum pejabat dan aparat keamanan yang justru melindungi praktik ilegal ini. Tanpa penegakan hukum yang tegas dan independen.
Tambang ilegal akan terus menjadi bom waktu bagi kerusakan ekologi dan ketidakadilan sosial. Dibutuhkan keberanian politik, reformasi sistem pengawasan, serta keterlibatan masyarakat dalam mengawal keadilan agar hukum tidak hanya menjadi alat bagi yang kuat, tetapi benar-benar berfungsi untuk melindungi kepentingan rakyat dan lingkungan.
Pertambangan ilegal (ilegal mining) biasanya dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab dengan berbagai macam alasan seperti mata pencaharian masyarakat, kurangnya regulasi yang jelas dari pemerintah, klaim adanya restu dari pihak berwenang, sampai dengan menyalahkan pihak lain.
Padahal jelas bahwa praktik ilegal mining adalah praktik yang menyalahi aturan dengan tidak memperhatikan dampak lingkungan yang dihasilkan dari praktiknya, sampai tidak menggunakan safety sesuai dengan standar operasional yang telah di tetapkan bagi para pekerjanya.
Salah satu yang menjadi sorotan adalah Provinsi Banten, Khususnya Kabupaten Lebak. Praktik Pertambangan ilegal yang masih marak terjadi, menjadikan lebak menjadi kabupaten yang tertinggal dibanding dengan kabupaten/kota lainya di Provinsi Banten.
Hal ini berbanding terbalik dengan kekayaan Sumber Daya Alam yang dimiliki oleh Kabupaten Lebak yang seharusnya mampu mengangkat Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk meningkatkan taraf perekonomian. Faktor yang mempengaruhi hal tersebut salah satunya adalah ilegal coal mining (pertambang ilegal batubara) yang marak terjadi di tanah lebak.
Berdasarkan hasil advokasi, praktik pertambangan ilegal batubara di kabupaten lebak, tepatnya di daerah lebak bagian selatan, sudah berjalan lebih dari 10 tahun lamanya dan dilakukan secara terang-terangan. Tentunya ini bukanlah waktu yang sebentar, mengingat kerugian bagi negara yang dihasilkan dari praktik ini bisa mencapai ratusan milyar rupiah karena tidak membayarkan pajak dan royalti.
Selain hal material, pertambangan ilegal batubara yang tak berizin memiliki dampak negatif bagi lingkungan seperti Deforestasi, erosi dan longsor, pencemaran air akibat air asam tambang yang mengandung merkuri dan arsenik, serta pencemaran udara akibat polusi debu dan gas beracun yang pastinya mengancam keberlangsungan hidup masyarakat banyak serta menitipkan beban berat bagi generasi masa depan.
Bukan hanya persoalan lingkungan, Praktik Pertambangan batubara ilegal yang dilakukan di kabupaten lebak juga menjadi ancaman resiko kematian bagi para pelakunya karena tidak memperhatikan standarisasi keselamatan yang telah ditetapkan.
Bukan tanpa data, kejadian pada juni – agustus 2024 lalu menjadi salah satu fakta miris hilangnya 4 nyawa di salah satu lokasi tambang batubara ilegal di lebak akibat tersengat listrik karena standarisasi keselamatan yang tidak diperhatikan bahkan tidak disediakan.
Pertambangan ilegal batubara di Banten, bukan hanya sekedar pelanggaran hukum, tatapi harus di upayakan untuk menghentikan praktik ini dengan metode pendekatan yang komprehensif, melibatkan penegakan hukum yang tegas, solusi ekonomi alternatif , serta pengawasan yang lebih ketat agar hal-hal yang bersifat negatif yang berdampak terhadap lingkungan dan keamanan masyarakat bisa ditanggulangi dengan baik.
Dijelaskan dalam QS Al-Araf : 56 bahwa “tidak diperbolehkannya manusia untuk merusak alam setelah Allah memperbaikinya”
Sumber : Linggar Gulthor Babega dari Koalisi Aktivis Banten Jakarta.